Masjid Saka Tunggal, Masjid dengan Sejarah yang Menarik

Masjid Saka Tunggal di Banyumas, Jawa Tengah, merupakan salah satu masjid tertua di Pulau Jawa yang memiliki sejarah dan keunikan tersendiri. Didirikan oleh Kyai Mustolih sebelum era Wali Songo, masjid ini hanya memiliki satu tiang penyangga, melambangkan keunikan arsitektur dan filosofi Jawa. Terletak di Desa Cikakak, masjid ini juga terkenal dengan ritual Ganti Jaro, kehadiran kera jinak di sekitarnya, dan tradisi ibadah yang kental dengan budaya lokal. Masjid Saka Tunggal menjadi saksi bisu perjalanan penyebaran Islam dan budaya masyarakat setempat.

21 May, 2024 - 20:45
Masjid Saka Tunggal, Masjid dengan Sejarah yang Menarik
Masjid Saka Tunggal yang ada di Desa Cikaka, Banyumas.

INDONEWSPORTAL.COM - Masjid Saka Tunggal merupakan masjid yang memiliki sejarah serta menjadi cagar budaya, karena menjadi salah satu masjid tertua yang ada di Pulau Jawa.

Masjid ini terletak di Kabupaten Banyumas yang konon sudah berdiri dari sebelum era Wali Songo saat menyebarkan agama Islam di Nusantara.

Masjid Saka Tunggal, sesuai dengan Namanya, saka pada bangunan masjid ini hanya ada satu. Saka dalam Bahasa Jawa memiliki arti tiang.

Sedangkan tunggal memiliki arti satu. Saka tunggal memiliki makna bahwa manusia harus hidup lurus menjadi orang yang baik dan benar.

Masjid ini dikenal memiliki sejarah serta keunikan keagamaan dalam ibadah di dalamnya. Berikut adalah penjelasan mengenai Masjid Saka Tunggal.

Sejarah Dibangunnya Masjid Saka Tunggal

Dalam buku ‘Masjid’ (2023) yang ditulis oleh Teguh Purwantari, Masjid ini didirikan oleh seorang kyai yang bernama Kyai Mustolih yang senang mengembara.

Di suatu waktu, dia melakukan perjalanan menuju ke arah barat melalui jalur selatan. Kyai Mustolih sampai di Ngayah dan berlanjut ke Nusa Brambang.

Kyai Mustolih tinggal lama disana kemudian menyebrangi kali Rukmi untuk menuju ke Cikakak. Sampai di Cikaka, ia mulai berdakwah, beliau mulai memperbiki ajaran di Cikakak yang ia anggap keliru karena ajaran di desa itu bukanlah syariat Islam. Masyarakat Cikakak saat itu hidup dengan angkara murka serta selalu mengikuti hawa nafsu.

Suatu saat Kyai Mustolih mendirikan sebuah masjid yang diberikan nama Masjid Saka Tunggal Baitussalam, yang dijadikan sebagai pusat dalam menyebarkan agama Islam di Desa Cikakak.

Untuk tahun berdirinya masjid ini ada beberapa versi, versi pertama diyakini berdiri pada tahun 1288.

Tahun yang tertulis di Saka Guru yang merupakan penopang Masjid Saka Tunggal Baitussalam, dengan huruf Arab adalah 8821 yang jika diterjemahkan ke menjadi 1288.

Masjid ini didirikan 6 tahun sebelum beridirinya Kerajaan Majapahit yakni 1294, yang artinya masjid ini didirikan ketika zaman Kerajaan Singasari.

Ada versi lain yang menyebutkan bahwa pada 1288 sudah didirikan bangunan untuk peribadatan namun bagi umat agama Hindu-Budha sebelum Islam masuk ke Desa Cikakak.

Baru pada tahun 1522 Masehi saat Islam masuk di Desa Cikakak, Kyai Mustolih mengubah tempat peribadatan yang sudah ada menjadi masjid untuk orang Islam beribadah.

Lokasi Masjid Saka Tunggal

Masjid Saka Tunggal Banyumas berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Jarak dari Kota Purwokerto adalah sekitar 30 km arah barat daya. Tempatnya berada di tengah pedesaan Jawa yang masih sangat kental dengan suasana pedesaan.

Pada sekitaran masjid juga dipenuhi banyak kera-kera berkeliaran bebas, meskipun tergolong hewan yang liar, namun kera-kera tersebut jinak serta bersahabat selama tidak diganggu.

Daya Tarik Masjid Saka Tunggal

Selain menjadi salah satu masjid tertua di Jawa, Masjid Saka Tunggal memiliki daya Tarik tersendiri, seperti disebutkan pada buku Terpesona di 7 Menara Keberkahan karya Suharyo Widagdo.

1. Hanya memiliki satu tiang penyangga

Pada umumnya, masjid di Pulau Jawa memiliki setidaknya empat tiang penyangga, hanya Masjid Saka Tunggal Banyumas yang menggunakan satu tiang penyangga yang berada pada bagian ujung atasnya yang bercabang empat.

Tiang penyangganya menjadi simpol “papat kiblat lima pacer” yang memiliki makna manusia sebagai pancer atau pusat dikelilingi oleh empat unsur mata angin melambangkan unsur-unsur kehidupan. Yaitu air, api, angina, dan bumi.

2. Kera di kawasan sekitar masjid

Kera-kera disana berkeliaran di sekitar masjid. Meskipun terhitung hewan liar, kera ini tergolong jinak dan tidak mengganggu. Pengunjung dapat merasakan sensasi memberi makan kepada pra kera saat berkunjung di Masjid Saka Tunggal ini.

3. Pakaian imam dan muadzin

Imam disini menggunakan penutup kepala yang sedikit berbeda. Bukan peci ataupun kopyah, melainkan menggunakan udeng atau ikat kepala. Khutbah Jumat nya juga seperti melantunkan sebuah kidung. 4 Muadzin akan berpakaian sama dengan imam, memakai baju lengan panjangan dengan warna putih, dengan motif batik.

4. Puji-pujian seperti melantunkan kidung Jawa

Keunikan masjid ini selanjutnya adalah tradisionalisme keagamaan umat beribadah di dalamnya, dimana setiap akan shalat berjamaah akan selalu didahulukan dengan puji-pujian atau uro-uro (bersenandung) yang dilagukan, seperti kidung jawa.

5. Ritual Ganti Jaro, Masjid Saka Tunggal

Ritual ini adalah mengganti pagar bamboo keliling Masjid Saka Tunggal. Ritual ini akan diikuti oleh seluruh warga desa Cikakak. Mereka akan menyebut ganti Jaro Rajapine. Ada beberapa peraturan yang harus ditaati ketika membuat pagar.

Mereka akan dilarang bersuara keras serta tidak boleh menggunakan alas kaki. Sehingga, hanya akan terdengar suara bambu dipukul. Ritual ini dipercaya sebagai bentuk dari kebersamaan dan gotong royong, serta menghilangkan sifat jahat dari diri manusia.

Itulah penjelasan mengenai Masjid Saka Tunggal yang ada di Banyumas. Tentunya, masjid ini sangat mempertahankan keaslian bangunan serta budaya keagamaan di dalamnya. (Eksa Hanif Nurfakhri/Mahasiswa Unsoed)

Dara Clarissa Indonewsportal Media Reporter