P2G Angkat Bicara Terkait Potongan Tapera, Jadi Beban untuk Guru
P2G menyatakan keprihatinan terkait kebijakan pemotongan gaji untuk Tapera yang berdampak pada guru honorer dan swasta. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2024, Tapera kini juga wajib bagi pekerja mandiri, termasuk guru dengan pendapatan di bawah upah minimum regional (UMR). Pemotongan gaji sebesar 3% per bulan ini menambah beban bagi para guru yang sudah mengalami kesulitan ekonomi. Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G, menekankan perlunya program perumahan yang lebih terjangkau dan tidak memberatkan guru. P2G merekomendasikan standar upah minimum nasional untuk guru dan meminta pemerintah agar tidak mempersulit hak-hak guru sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
INDONEWSPORTAl.COM - Potongan gaji untuk tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang dicanangkan pemerintah, bakal jadi beban untuk para guru. Oleh karena itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons mengenai kebijakan tersebut.
Sebagai informasi, pada Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2024, Tapera tidak lagi diwajibkan pada aparatur sipil negara (ASN), tetapi juga berlaku untuk pekerja mandiri.
Hal itu pun berimbas juga pada guru honorer dan swasta dengan gaji atau pendapatan di bawah upah minimum regional (UMR). Di mana para pekerja tersebut juga diwajibkan jadi peserta Tapera.
Gaji peserta Tapera akan dipotong 3% per bulan, sebagai tabungan pembangunan rumah. Pastinya menjadi beban baru bagi pekerja dan guru, yang menerima gaji minimum UMR.
Apalagi sampai sekarang kesejahteraan guru belum stabil, dengan gaji yang bisa dikatakan paling rendah dibandingkan profesi yang lain.
Pada tahun 2024, Integrated Development and Training Information System (IDEAS) mengeluarkan hasil Survei Kesejahteraan Guru sebesar 42,4% untuk guru yang memiliki gaji di bawah Rp 2 juta per bulan.
Selain itu, 74,3% guru honorer atau kontrak mendapatkan gaji di bawah Rp 2 juta per bulan.
Sedangkan 12,3% merupakan guru yang mendapatkan gaji Rp 2juta sampai Rp 3 juta per bulan, gaji Rp 3 juta sampai Rp 4 juta sebesar 7,6%, gaji Rp 4 juta sampai Rp 5 juta sebesar 4,2%, dan gaji di atas Rp 5 juta hanya sebesar 0,8%.
"Kalau guru tersebut berada di wilayah provinsi dengan Upah Minimum Rp 2 juta seperti Jawa Tengah dan DIY, mereka dianggap layak ikut Tapera. Padahal dengan gaji sekecil itu, masih harus dipotong Tapera dan banyak potongan lain," papar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim.
Dengan gaji rendah, guru harus rela gaji per bulan dipotong untuk berbagai kewajiban seperti BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Iuran Wajib Bulanan Organisisai Profesi Guru, Koperasi Sekolah, bayar utang, dan lainnya.
Peserta Tapera sampai saat ini belum terbukti bisa mendapatkan rumah meskipun sudah menabung.
"Para guru swasta dan honorer merasa khawatir, karena lagi-lagi akan ada pemotongan gaji. Apakah dana Tapera ini bisa dicairkan atau tidak karena belum pernah ada presedennya atau bukti nyata," ujar Satriwan.
Karena itu, pihaknya memberikan rekomendasi terkait rencana Tapera agar tidak menjadi beban tambahan bagi guru.
Menurutnya, rekomendasi pertama adalah pemerintah seharusnya membuat program Kredit Perumahan untuk Guru yang terjangkau. Jangan meminta menabung dulu jika rumahnya belum jelas.
Selanjutnya, mekanisme Tapera yang memotong gaji guru di atas Upah Minimum akan menyulitkan guru di provinsi dengan Upah Minimum rendah.
Oleh sebab itu, harus dibuat standar upah minimum guru yang berlaku secara nasional untuk meringankan beban guru yang gajinya sudah banyak dipotong.
Rekomendasi ketiga adalah pemerintah hendaknya tidak mempersulit guru.
Padahal, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan negara untuk memenuhi hak-hak guru, termasuk hak untuk memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Namun kenyataannya, penghasilan mereka sangat minimum dengan potongan-potongan yang maksimum.