Jumlah Kematian Akibat DBD di Banyumas Naik Tajam dalam Setengah Bulan Terakhir

Angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Banyumas meningkat drastis dalam waktu setengah bulan terakhir. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat DBD naik menjadi empat kali lipat dari sebelumnya. Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Banyumas, H. Sito Hatmoko, mengungkapkan bahwa selain kematian, kasus DBD juga mengalami peningkatan yang signifikan.

INDONEWSPORTAL.COMĀ - Selain kasus yang meningkat, angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Banyumas juga mengalami lonjakan tajam dalam waktu sekitar setengah bulan terakhir.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Indonewsportal, jumlah kematian akibat DBD di Kabupaten Banyumas pada tanggal 19 April yang mencapai dua orang, naik menjadi delapan orang pada tanggal 5 Mei.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Banyumas, H. Sito Hatmoko, SKM, MKM, mengungkapkan bahwa jumlah kematian akibat DBD di Banyumas pada hari sebelumnya (Minggu) mencapai delapan orang.

Kematian tersebut terjadi di Kecamatan Kedungbanteng, Rawalo, Patikraja, dan Purwokerto Selatan. Di Kota Purwokerto, kematian akibat DBD hanya terjadi di Purwokerto Selatan.

"Kecamatan Kedungbanteng mencatatkan jumlah kematian terbanyak, yaitu dua orang," ujarnya kepada Indonewsportal pada Senin (6/5).

Sito menjelaskan bahwa kasus DBD di Banyumas juga mengalami peningkatan dari 424 orang pada tanggal 19 April menjadi 498 orang pada tanggal 5 Mei.

Penyebaran kasus DBD yang hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas menyebabkan banyak permintaan fogging dari masyarakat.

Di beberapa titik, permintaan fogging datang tanpa adanya Penyelidikan Epidemiologi (PE) dari puskesmas setempat.

"Contohnya di wilayah Kalibagor, masyarakat tetap meminta dilakukan fogging meskipun puskesmas menyatakan belum memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging," jelasnya.

Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di masyarakat juga harus terus ditingkatkan. Fogging bukanlah tindakan utama dalam penanganan DBD.

Di beberapa desa, permintaan fogging mencakup seluruh wilayah desa sehingga petugas fogging kesulitan. Fogging seharusnya dilakukan dengan radius sekitar 200 meter dari rumah tempat terjadinya penularan DBD.

"Seperti di Desa Patikraja, seluruh wilayah desa meminta dilakukan fogging," tambah Sito.